jump to navigation

RUKO KOSONG DI SURABAYA July 25, 2006

Posted by bustanularifin in Serbaneka.
7 comments

Tidak terbayangkan sebelumnya! Perhatikan jumlah dan keberadaan ruko di kota Surabaya tercinta. Hampir di setiap pojok dibangun secara serempak deretan ruko dengan berbagai kelas dan tampilan. Dan, hampir pasti bahwa akhirnya nasib ruko-ruko tersebut kosong bagai rumah hantu. Nasib ruko ’lama’ pun tidak jauh berbeda. 

Tujuan dibangun ruko tadinya agar lebih mudah bagi sang pemilik untuk punya rumah sekaligus tempat usaha. Ruko yang dua tingkat atau lebih mestinya bisa menjawab kebutuhan masyarakat tersebut. Namun, yang terjadi adalah banyak ruko yang rampung dan terjual, kemudian tetap kosong tidak ada aktivitas apa pun! Apa yang terjadi? Ruko di Manyar dekat Gedung Wanita tampak sudah sangat bobrok dan kosong. Ruko di perumahan Araya pun tampak terawat walau kosong tanpa aktivitas yang berarti. Dan, banyak kawasan ruko lainnya di Surabaya yang ’dibiarkan’ kosong atau ’terpaksa’ dikosongkan. Walau ada juga kawasan ruko yang ’ramai’ aktivitasnya, misalnya di Klampis Ngasem dekat asrama haji Surabaya. 

Apa Penyebabnya?Dari sebagian informasi yang diterima, kawasan ruko yang sudah dibangun umumnya sudah laku terjual. Para pembeli menganggap itu sebagai investasi masa depan. Benarkah? Lebih banyak salahnya! Perilaku belanja masyarakat kota, khususnya Surabaya, sudah banyak berubah. Mereka lebih senang belanja ke pusat perbelanjaan yang besar (Giant, Carefour, Sogo, Matahari, Hero, dan lainnya) atau ke mini market yang banyak bertebaran di dekat perumahan atau kampung. Belanja ke ruko? Wah – nanti dulu! Soal harga, pasti lebih murah di supermarket atau minimarket. Soal kenyamanan, jelas di sana (bukan ruko) lebih nyaman dan sejuk serta banyak yang dapat dilihat. Soal aneka barang, pasti di sana (bukan ruko) yang lebih menyediakan beragam barang dengan variasi yang lebih banyak. 

Jadi, ruko yang dicari konsumen sangatlah spesifik. Lokasinya pun sangat khusus. Masyarakat yang tinggal di perumahan mewah tidak banyak yang tertarik dengan ruko di lingkungan mereka. Masyarkat awam masih lebih tertarik belanja di pasar tradisional yang dapat ditawar dan adu mulut dengan para pedagangnya. Lalu, bagaimana nasib ruko di masa depan? Penulis bukan orang yang berkompeten untuk menjawabnya. Penulis bukan arsitek atau planolog atau ahli bangunan, lebih sebagai warga Surabaya yang peduli dengan kondisi kotanya. Hanya saja, penulis masih ingin memberikan usulan jalan keluar dari ’matinya’ ruko yang ada dan cara memanfaatkanya untuk kepentingan lain. 

Usul PemecahanPertama, pihak pemerintah kota harus memikirkan lagi keberadaan ruko yang sudah ada dan lebih cermat untuk memberikan ijin baru terhadap rencana pembangunan ruko baru. Sekaligus mereka harus menyiapkan rencana tata kota yang lebih pas dengan perilaku warga Surabaya. Jumlah ruko yang sudah berlebih di kota Surabaya (atau kota lainnya) sudah pantas untuk dipikirkan kembali keberadaannya. Hal ini dilakukan sejalan dengan kebijakan tentang pasar, pusat perdagangan, atau sarana komersial moderen lainnya. 

Kedua, pihak pengelola/pemilik atau pemerintah kota dapat mengalihkan fungsi ruko menjadi sesuatu yang lain yang lebih dibutuhkan oleh masyarakat Surabaya. Usulan gampangnya adalah jadikan ruko tersebut sebagai ’rumah’, ’asrama mahasiswa’,  atau ’sekolah’. Faktor biaya yang telah dikeluarkan untuk pembangunan ruko memang tidaklah sedikit. Apakah pantas dan layak untuk dirubah ke bentuk/fungsi usulan tersebut? Hal ini tentu masih perlu dikaji secara mendalam.   

’Rumah’ sebagai pengganti ruko dimaksud adalah untuk menggatikan rumah-rumah liar yang masih masih banyak bertebaran di Surabaya. Tengok saja misalnya di sepanjang jalan Kalibokor atau daerah lainnya.  Ruko yang ada cukup disulap menjadi rumah sederhana untuk para penghuni ’rumah liar’ dengan kompensasi yang ringan. Hasilnya, kota Surabaya kita akan kembali cantik dan rapih sekaligus ramai dan bersahabat dengan rakyat kecil. 

’Asrama mahasiswa’ pun dapat dijadikan model pengganti untuk kawasan ruko yang kosong terbengkalai ini. Surabaya sudah menjadi idaman banyak calon mahasiswa dari seluruh kota di Indonesia dari barat sampai timur. Bila tersedia asrama yang bagus, rapih, aman, murah, dan nyaman pastilah kota kita ini akan sangat berjasa untuk menyiapkan generasai penerus yang akan membangun Indonesia yang maju dan berkualitas. 

’Sekolah’ adalah alternatif lain yang pantas untuk dipertimbangkan untuk alih fungsi dari kawasan ruko yang kosong. Banyak dijumpai sekolah (SD, SMP, atau SMA) yang sangat tidak layak, terpencil di pojok kampung, atau berada di daerah sumber kemacetan kota. Kawasan ruko yang ada biasanya dilengkapi dengan sarana parkir yang cukup luas, dan berada di jalan raya utama. Bila hal ini dilakukan oleh pemerintah kota Surabaya, maka akan sangat banyak anak didik generasi muda kita yang dapat sekolah dengan nyaman dan nyaman.  

Demikian, sekilas argumentasi tentang ruko dan rumah liar/kumuh. Surabaya ke depan selayaknya menjadi kota metropolitas yang tetap memperhatikan rakyat kecil serta kepentingan masyarakat kalangan bawah. Semoga!

Catatan:

Artikel ini pernah diterbitkan di Jawa Pos kolom Opini-Metro edisi Sabtu 22 Juli 2002 dengan judul “Buat Apa Ruko-Ruko Kosong Itu?”